Islam Berkemajuan adalah Identitas Islam di Indonesia
YOGYAKARTA — Tokoh perempuan Indonesia, yang jugaDosen Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Dr Hj SitiRuhaini Dzuhayatin, MA, yang diangkat Presiden RI, Joko Widodo, sebagai stafkhusus presiden bidang keagamaan internasional, mengatakan, Islam Indonesiaharus tampil ke dunia agar menjadi representasi Islam yang damai di dunia danmelawan gerakan politik Islam transnasional yang menampik keberagaman.
“Islam berkemajuan adalah identitas Islam di Indonesia yang berasal dari dua organisasi Islam besar yang sudah mengakar di masyarakat, yaitu NU dan Muhammadiyah,” kata Siti Ruhaini Dzuhayatin, yang menjadi staf khusus presiden bersama tiga orang lainnya: Adita Irawati (bidang komunikasi kementerian dan lembaga), Gus Rozin (bidang keagamaan dalam negeri), dan Ahmad Erani Yustika (bidang kebijakan sektor ekonomi), didampingi Prof Dr Sudarnoto Hakim (penasihat).
Siti Ruhaini, yang merupakan tokoh Islam sekaligus aktivis hak asasi manusia yang sudah malang-melintang di dalam maupun luar negeri, tugasnya membantu Presiden Jokowi merespons isu keagamaan tingkat internasional.
Menurut Siti Ruhaini, Islam berkembang di Indonesia ditakdirkan menjadi negeri yang beragam dan multikultural. “Islam di Indonesia sebenarnya memiliki nilai wasatiyah atau moderat seperti dikembangkan NU dan Muhammadiyah,” papar Siti Ruhaini, yang menambahkan konsep ini sebenarnya mampu menjawab tantangan dunia dan kondisi Islam saat ini.
Berkaitan seminar Nasional “Moderasi Islam, Perdamaian dan Perempuan dalam Perspektif Agama, Hukum, Politik dan Sosial” yang diselenggarakan Staf Khusus Presiden RI Bidang Keagamaan Internasional dan Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta di JW Marriot Hotel Yogyakarta, Jum’at (7/12/2018), menurut Siti Ruhaini, hasil diskusi itu akan dibawa ke Jakarta untuk menjelaskan pandangan Muhammadiyah tentang moderasi beragama.
“Juga soal perdamaian yang saat ini sangat mahal, yang mayoritas penduduk beragama Islam,” kata Siti Ruhaini.
Pembicara dalam seminar itu adalah Dr Hamim Ilyas (Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah), Prof Dr Syamsul Arifin (Wakil Rektor I Unmuh Malang), Dr Norma Sari, SH, M.Hum (Wakil Dekan FH UAD), dan Dr Nur Azizah, MSi (Fisipol UMY) dengan pemandu Dr Edi As’adi, SH, M.Hum (FH UAD). Dan, para pembicara, memaparkan kondisi keberagamaan di Indonesia saat ini.
Sementara itu, Wakil Rektor I UAD, Dr Muchlas MT, di depan KRT Drs H Ahmad Muhsin Kamaludingrat (MUI DIY), H Parwoto, SIP, MM (PWM DIY) dan Zulaikhah (PWA DIY), mengatakan, kita semua sudah ditakdirkan berbeda-beda dari komposisi agama dan suku bangsa.
“Melalui kegiatan ini bisa memberikan satu gambaranMuhammadiyah soal moderasi,” kata Muchlas MT, yang menguraikan sikapMuhammadiyah terhadap kebangsaan serta peran moderasi dalam Muhammadiyah.
Pada kesempatan itu, Muchlas MT menyaksikan penandatangan kerjasama atau MoU berkaitan pelaksanaan tri dharma perguruan tinggi antara Staf Khusus Presiden RI Bidang Keagamaan Internasional dan Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta.
Islam sebagai agama rahmat bagi seluruh alam seperti tersebut dalam surah al-Anbiya ayat 107. Dan rahmah adalah riqqatun taqtadlil ihsana ilal marhumi, perasaan halus atau cinta yang mendorong untuk memberi kebaikan nyata kepada yang dikasihi.
Hal itu disampaikan Dr Hamim Ilyas dari Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Menurut Hamim Ilyas, Islam memberikan kebaikan nyata denganmewujudkan hidup sejahtera, damai dan bahagia bagi seluruh alam. “Tidakhanya bagi manusia saja, apalagi kepada ummat muslim semata,” papar HamimIlyas.
Pada kesempatan itu, Hamim Ilyas juga menguraikan masalahyang sejak lama telah menjadi perbincangan publik dengan pengembangan teologiagama-agama dalam al-Qur’an, yang melampai tafsir yang dominan ada melaluiuraian tentang konsep ketuhanan, keselamatan, keterbukaan dan makna ritualpokok yang terdapat dalam kitab.
Hamim Ilyas menguraikan pula tentang keselamatan dankesalehan, yang membuktikan adanya keterbukaan Islam terhadap pengalaman agamaatau spiritualitas nonmuslim.
“Selama ini, keterbukaan dipahami terbatas pada ahli kitab dan pemahaman ini mestinya berubah, seiring dengan perubahan zaman,” kata Hamim Ilyas.
Dalam paparannya mengenai memajukan budaya hukum dalam disrupsi moderasi kehidupan beragama, Dr Norma Sari uraikan moderasi kehidupan beragama warisan pendiri negara, sistem hukum: substansi hukum, budaya hukum dan struktur hukum.
Bagi Norma Sari, hak memeluk agama dan beribadah menurutagamanya adalah hak asasi. “Termasuk di dalamnya adalah hak atas kebebasanmeyakini kepercayaan,” kata Norma Sari.
Di depan peserta seminar, Norma Sari uraikan pula soal pencegahan penyalahgunaan dan penodaan agama, hak asasi manusia (HAM), hak-hak sipil dan politik, pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum umat beragama dan pendirian rumah ibadah.
Selain itu, Norma Sari paparkan pemerintah dan institusipenegak hukum, paternalisme negara dalam kehidupan beragama, jenis-jenispaternalisme, pemajuan budaya hukum, toleransi dalam kerangka ketertiban umum.
Norma Sari sampaikan pula aktor kunci pemajuan budaya, hukum dalam moderasi beragama: pemerintah, tokoh agama, masyarakat. Juga terangkan peran perempuan, disrupsi moderasi kehidupan beragama, tantangan pemajuan budaya hukum dalam era disrupsi. “Masyarakat sudah berubah, terdisrupsi dari masyarakat berinteraksi secara riil, sekarang berinteraksi secara maya,” kata Norma Sari, yang menyinggung pula rendahnya literasi media, privatisasi ruang publik dan publikasi ruang privat serta mudahnya terpapar hoax melalui sosial media. (Anne Rochmawati)
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow