Kampus

Kampus

MediaMU.COM

May 11, 2024
Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Tim Peneliti Dosen UAD Beri Inspirasi kepada Guru SMP di Kalimantan Timur

 

KALIMANTAN TIMUR – Guru merupakan top three profesi yang tingkat kelelahan emosinal kerjanya sangat tinggi. Kelelahan kerja berpengaruh pada menurunnya kinerja bahkan sampai pada level turnover atau berhenti bekerja. Hal ini merupakan salah satu masalah penting dalam pengembangan profesionalisme guru di Indonesia.

 

Untuk mengurai permasalahan tersebut, tim peneliti dosen Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta yang diketuai Dr. Suyatno, M.Pd.I. (Dosen Prodi S2 Manajemen Pendidikan) dengan anggota Dholina Inang Pambudi, M.Pd., Asih Mardati, M.Pd. (Dosen Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar), dan Dr. Wantini, M.Pd.I. (Dosen Prodi S2 Pendidikan Agama Islam) mengembangkan model pelatihan “Pengembangan Makna dalam Bekerja Bagi Guru-guru SMP di Provinsi Kalimantan Timur”.

 

Pelatihan tersebut untuk menggali dan mengembangkan aspek internal setiap guru berupa will to meaning/meaning in work yaitu orientasi manusia untuk mencari dan menemukan makna dalam setiap aktivitas atau pekerjaan yang dilakukan.

 

Penelitian membuktikan bahwa guru yang memiliki tingkat pencarian dan penemuan makna yang lebih tinggi akan berdampak positif pada komitmen, dedikasi, self-efficacy, integrasi teknologi dalam pembelajaran, dan profesionalisme secara umum, serta berdampak negatif pada tingkat burnout (kelelahan emosional) guru. Artinya, guru yang memiliki makna dalam bekerja lebih tinggi maka tingkat kelelahan kerjanya semakin rendah.

 

Program tersebut merupakan Hibah Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi (PDUPT) dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tahun ke-3 dari pendanaan selama tiga tahun (2021-2023).

 

Penelitian pertama dilakukan dalam bentuk eksplorasi data makna dalam bekerja guru melalui survey, wawancara, dan observasi. Tahun ke-2 dan ke-3 mengujicoba dan mendiseminasi model yang dikembangkan.

 

Dalam dua tahun terakhir, pelatihan telah melibatkan kurang lebih 400 guru yang tersebar di Kota Balikpapan, Kabupaten Berau, Kabupaten Kutai Kertanegara, dan Kota Samarinda. Pada setiap pelatihan, Dinas Pendidikan setempat selalu memberikan dukungan dalam berbagai bentuk sehingga pelatihan dapat terlaksana dengan sangat baik.

 

“Tema pelatihan ini merupakan tema penelitian yang sangat cocok untuk guru-guru di Kota Samarinda karena tidak sekadar menyasar pada otak dan ketrampilan, namun juga hati. Guru perlu mengembangkan motivasi internalnya agar lebih termotivasi untuk mengembangkan diri,” kata Kepala Bidang Pembinaan SMP Kota Samarinda, Dr. Barlin Hady Kesuma, M.Pd., dalam acara pembukaan.

 

Apa yang disampaikan Barlin terbukti ketika setelah pelatihan, para peserta mengaku bahwa pelatihan ini telah memberi perubahan terkait mindset mereka dalam mengajar.

 

Hera, salah satu peserta, mengatakan, “Jujur, sebelum berangkat pelatihan, saya sudah merasa capek menjadi guru bahkan akan segera resign karena kecewa terhadap manajemen sekolah. Namun setelah mengikuti pelatihan ini, pikiran saya berubah. Saya akan kembali ke sekolah dengan lebih bersemangat lagi, dan ingin menjadi guru yang dapat menginspirasi bagi siswa.”

 

Penuturan serupa juga disampaikan Nur Wijayanti. “Kami mendapatkan ilmu yang luar biasa dari pelatihan ini. Insya Allah besok saya akan ke sekolah dengan komitmen dan motivasi lebih besar. Kami ingin menjadi inspirasi bagi siswa-siswa kami.”

 

Di akhir sesi pelatihan, setiap peserta dengan dibimbing tim peneliti berkomitmen memulai dan melakukan perubahan sekecil apapun dari kelas-kelas mereka agar pembelajaran di kelas bisa lebih menarik dan menginspirasi. (*)

 

Berita ini diterima mediamu.com dari Tim Peneliti Dosen UAD

 

Tag: Muhammadiyah, ‘Aisyiyah, Universitas Ahmad Dahlan, Tim Peneliti Dosen UAD

Comment

Your email address will not be published

Comments (1)

  1. Tri windarsih
    Tri windarsih

    Kurleb 3 semester sekolah kami SMP N 13 Samarinda menggunakan kumer, dan pengamatan saya slm diberlakukanya kumer *kurang cocok* karena dalam pengimplementasiannya banyak batasan batasan yg guru tidak bs bebas mengekspresikan diri seperti mendisiplinkan siswa dan mendidik siswa agar bertanggung jwb akan kewajibannya sbg seorang pelajar karena kebebasan dalam penerapan kumer. Siswa SMP adalah masa peralihan dari seorang anak dimana cara berfikirnya mulai berkembang sehingga saat anak sll diberikan kelembutan dan maklum dlm perbuatan justru tdk membuat anak belajar dan intropeksi diri. Mungkin kumer bs lbh diterima / cocok bagi sekolah2 yg saprasnya lengkap, tapi bagi kami sekolah pinggiran dg sgl keterbatasan saprasnya blm bs menerapkan kumer spt harapan pemerintah, tp justru membuat attitud dan kedisiplinan anak menurun drastis. Kami bukannya tidak mau belajar dan membuka diri dg hal2 baru tapi mendidik anak sekali2 juga harus menggunakan cara yg tegas dg ttp menjaga batasannya sehingga generasi kita bs menjadi generasi yg memiliki mental tangguh kuat dan tidak mudah menyerah. Kumer yg harusnya bertujuan memberikan kesempatan anak untuk menunjukkan potensi diri sehingga bs berkembang, justru akan menjadi bumerang bila tdk diimbangi dg kesiapan para pendidik dan sapras yg mendukung. Bukankah dalam ajaran Islam saat anak sdh berusia 7 tahun maka wajib orang tua menyuruh anaknya untuk sholat dan bila tidak mau boleh dipukul (selama msh batas wajar & tdk berakibatbfatal dg tujuan mendisiplinkan dan menanamkan rasa kepatuhan kepada ajaran agama).