YOGYAKARTA — Dekan Fakultas Hukum UAD Yogyakarta, Rahmat Muhajir Nugroho, SH, MH, dalam pidato tahunannya mengatakan bahwa dalam kegiatan milad kali ini FH UAD Yogyakarta berkolaborasi dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum UAD Yogyakarta.
“Pidato tahunan ini sebagai bagian dari bentuk pertanggungjawaban dalam mendidik putra-putri bangsa agar menjadi orang-orang yang bermanfaat di masa depan,” kata Rahmat Muhajir Nugroh.
Semua pencapaian dan perkembangan yang terjadi di FH UAD Yogyakarta merupakan hasil kerja keras dan kolaborasi antara dosen, karyawan, pimpinan, mahasiswa dan alumni yang telah mendedikasikan kerja nyata kepada FH UAD Yogyakarta.
Rahmat mendorong agar FH UAD Yogyakarta semakin maju dan berkembang sejajar dengan kampus-kampus yang telah lebih dulu lahir. “Dan telah memiliki eksistensi dan reputasi yang baik,” tandas Rahmat.
Tahun ajaran 2019/2020 FH UAD Yogyakarta menerima 535 orang mahasiswa baru dari total seluruh pendaftar sebanyak 1.142 orang. Dan saat ini FH UAD Yogyakarta didukung 1 guru besar, 5 lektor kepala, 5 lektor dan 8 asisten ahli.
Upaya peningkatan jumlah doktor juga terus dilakukan melalui pengiriman dosen untuk studi lanjut S3 di dalam dan luar negeri serta rekrutmen calon dosen bergelar doktor.
Milad adalah peringatan yang sudah menjadi tradisi di Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, yang sangat bermakna untuk digunakan sebagai refleksi dalam menjalankan dan mengelola Fakultas Hukum lebih dari dua dekade.
Hal itu disampaikan Rektor UAD, Dr Muchlas MT, pada penutupan Milad Fakultas Hukum UAD Yogyakarta di Amphitarium Lantai 9 Kampus Utama UAD Jl Ringroad Selatan, Tamanan, Banguntapan, Bantul, Sabtu (11/1/2020).
Milad FH UAD ke-22 — yang telah terakreditasi A dengan score 367, terdepan dan jaya — diwarnai penampilan akustik dan pembagian hadiah. Sebelumnya, Yusuf Ramadhan bacakan kalam Ilahi.
Menurut Muchlas, saat ini menghadapi tantangan lebih besar dalam sumber daya manusia (SDM). “Hal itu sebagai salah satu cara melihat kelemahan SDM untuk dikembangkan di masa mendatang,” kata Muchlas yang mendorong Dr Norma Sari, SH, M.Hum untuk segera jadi guru besar.
“Tantangan eksternal dari dinamika masyarakat semakin kompleks dan tinggi serta tantangan lain berhubungan dengan disrupsi teknologi,” ujar Muchlas, yang berharap kepada FH UAD ke depan untuk memberi sumbangan yang signifikan kepada bangsa dan negara.
Pada kesempatan itu, Prof Dr Edward Omar Sharif Hiariej, SH, M.Hum, penasihat senior Kepala Staf Kepresidenan menyampaikan perkembangan asas-asas dan delik-delik kontroversial dalam RKUHP.
Guru Besar Hukum Pidana UGM Yogyakarta, yang lebih dikenal dengan nama Eddy Hiariej, mengatakan, banyak sekali ahli yang terlibat dalam RKUHP. Sejak Agustus 2019 ada empat orang yang aktif mengawal KUHP meski ada demo besar-besaran yang menolak RUU KUHP disahkan. “Yang ditolak itu sebetulnya RUU KPK,” terangnya.
Dikatakannya, sejak 1980 Prof Barda dan Prof Muladi sudah terlibat dalam pembahasan RKUHP, membantu Prof Sudarto. “Sejarah RKUHP dicetuskan mulai rezim orde lama tahun 1963 yang di dalamnya ada 17 orang anggota tim,” kata Eddy Hiariej.
Menurutnya, KUHP baru itu sangat urgen dan sangat disesalkan untuk ditunda. “Penyelesaian RUU KUHP terus menuai perdebatan karena sejumlah pasal dianggap kontroversial,” katanya menambahkan RKUHP yang dianggap kontroversial itu ada 187 pasal (Buku I RKUHP) dan 547 pasal (Buku II RKUHP) yang semuanya ada 627 pasal dan 36 bab.
Menurut Eddy, yang menjadi tim ahli dalam pembahasan RUU KUHP, ada sekitar tujuh pasal yang menjadi perdebatan, yakni hukum adat, pidana mati, penghinaan presiden dan wakil presiden, kesusilaan, terorisme, korupsi dan narkotika, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup.
Dari ketujuh isu yang menjadi perdebatan itu, tinggal satu saja isu yang dipending, yakni terkait kejahatan terhadap kesusilaan yang mencakup perzinaan, kumpul kebo, dan cabul.
Di akhir ceramahnya, Prof Dr Edward Omar Sharif Hiariej, SH, MHum, Guru Besar Hukum Pidana UGM Yogyakarta, menyampaikan, semoga FH UAD Yogyakarta semakin maju dan sukses selalu. (Anne Rochmawati)
Comment