Krisis Moral dan Etika Bangsa Indonesia Masih Sulit Dikendalikan
YOGYAKARTA — Kini, semakin masifnya korupsi politik yang terjadi di Indonesia, seperti kasus anggota DPRD Kota Malang, Jawa Timur, yang 41 dari 45 anggotanya menjadi tersangka korupsi.
Menjadikan krisis moral dan etika yang dialami oleh bangsa Indonesia ini, masih sulit untuk dikendalikan.
Kondisi itu, tak lepas dari peran elit parpol, birokrasi dan sektor swasta, contohnya seperti 100 warga negara menguasai 55 persen kekayaan negara.
Hal itu disampaikan Dr. Muhammad Busyro Muqoddas, SH, M.Hum, dalam kuliah perdana Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Sabtu (29/9/2018) di Ampiteater Pasacasarjana UMY lantai 4.
Dalam kuliah perdana bertajuk “Jelang Pilpres 2019: Membangun Keadaban Politik Berkemajuan”, Busyro Muqoddas di depan mahasiswa baru Pascasarjana UMY tahun akademik 2018/2019, mengatakan, korupsi politik yang terjadi di Indonesia adalah dengan mengincar pembangunan infrastuktur, pengadaan barang dan jasa untuk pembangunan nasional dan daerah.
“Menguatnya korupsi politik itu karena sudah dalam bentuk corruption by desain,” kata Busyro Muqoddas, menambahkan hal itu melalui Raperda atau Perda, RUU, UU dan kebijakan yang koruptif.
Selain itu, juga melalui praktik politik uang dalam pilkada dan pemilu. “Sehingga menjadikan hal-hal itu sebagai produk yang membunuh moralitas konstitusi dan penegakan hukum di Indonesia,” papar Busyro lagi.
Disampaikan Busyro, puncak korupsi politik dan korupsi demokrasi itu juga terjadi dalam bentuk praktik sistem “ngijon”, seperti dalam sejumlah kasus korupsi anggota DPR RI.
“Contohnya, ya seperti kasus di Kota Malang. Di mana 41 dari 45 anggota DPRD Kota Malang menjadi tersangka korupsi,” tandas Busyro.
Kemudian sistemisasi, strukturasi dan masifikasi korupsi birokrasi nasional dan daerah, seperti pada pertengahan tahun 2018, di mana ada 97 kepala daerah tingkat I dan II yang berstatus tersangka dan terdakwa di KPK.
Dengan obyek korupsi dana APBD/P, otonomi khusus, infrastruktur dan perizinan RT/RW, serta pertambangan.
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2010-2011 ini, mengatakan, sistem politik yang terjadi di Indonesia membuat orang diperbudak oleh nafsu kekuasaan, yang berujung pada penghalalan segala cara untuk mewujudkan segala ambisinya.
Maka dari itu, Busyro menekankan kepada para mahasiswa Pascasarjana sebagai perwakilan insan yang berilmu, untuk menjaga diri dari seretan arus perbudakan nafsu kekuasaan.
Menurut Busyro, tanggung jawab orang berilmu sangat berat. “Karena ilmu bisa menjadi malapetaka, jika ilmu itu tidak memiliki kualitas, seperti kualitas keberpihakan,” terang Busyro, dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.
Tak jarang, kemudian banyak orang yang tidak mengamalkan ilmunya, hanya untuk memenuhi ambisinya dan tdak sesuai dengan konsentrasi studi.
Untuk mewujudkan keadaban politik berkemajuan, Busyro merekomendasikan untuk diterapkannya matakuliah yang mendukung bagi Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. “Perlu agenda setting untuk revitalisasi perguruan tinggi dalam orientasi pembangunan nasional berspirit politik,” kata Busyro.
Bagi Busyro, perlu matakuliah ideologi pembangunan perspektif keadilan sosial dan kajian pendalaman buku manhaj gerakan Muhammadiyah. (fan)
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow