BUDAYA ASLI INDONESIA MILIKI NILAI KEARIFAN: Bangsa Indonesia Dituntut Mempertahankan Kebudayaannya Sendiri

BUDAYA ASLI INDONESIA MILIKI NILAI KEARIFAN: Bangsa Indonesia Dituntut Mempertahankan Kebudayaannya Sendiri

Smallest Font
Largest Font

YOGYAKARTA — Dalam rangkaian acara Milad ke-58 Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, Fakultas Psikologi dan Fakultas Sastra Budaya dan Komunikasi adakan seminar internasional dengan tema “International Conference of Community Psychology, Humanizatin and Religio-Culture: Critical and Decolonial Voices”.

Tema workshop kali ini mengenai psychology of oppression, biocultural community psychology dan juga tentang post disaster religious bassed psychosocial intervention.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Kegiatan rutin yang dilaksanakan untuk memeriahkan Milad UAD Yogyakarta itu berlangsung di Hotel Grand Mercure pada 6-7 Februari 2019 dan dibuka Rektor UAD Dr H Kasiyarno, M.Hum, Rabu (6/1/2019).

“Budaya asli Indonesia memiliki banyak nilai kearifan yang perlu dikuatkan selain belajar dari negara Barat,” kata Kasiyarno, yang menambahkan kali ini tema yang diangkat terkait dengan psikologi humanitas serta hubungan agama dan budaya untuk membangun identitas bangsa.

Bangsa Indonesia, menurut Kasiyarno, dituntut dapat mempertahankan kebudayaannya sendiri. “Agar tidak kehilangan identitas menyusul pengaruh budaya asing yang semakin gencar di masa keterbukaan informasi atau era industri 4.0,” kata Kasiyarno.

Di era globalisasi ini pengaruh asing banyak sekali. “Untuk itu kita perlu memperkuat budaya sendiri, mempunyai agama yang bisa menjadi tameng diri kita sehingga budaya-budaya kita tidak terpengaruh pada budaya lain,” papar Kasiyarno.

Menurut Kasiyarno, produk yang dihasilkan dari konferensi ini berupa proceeding karya peserta konferensi. Paper peserta dikumpulkan dan dipublikasikan dalam bentuk proceeding sehingga bisa dibaca oleh banyak orang.

Seperti disampaikan Ufi Faturahmah, S.Psi, M.Psi selaku ketua penyelenggara, tema itu dipilih karena dilatarbelakangi ilmu psikologi yang selama ini lebih banyak diwarnai oleh ilmu barat (utara). “Sedangkan Indonesia sendiri memiliki latar belakang budaya yang berbeda,” papar Ufi Faturahmah.

Di sisi lain, Elli Nur Hayati, MPH, PhD, ketua Milad ke-58 UAD mengatakan studi tentang psikologi komunitas sangat banyak ditemukan di Afrika.

“Sedangkan di New Zaeland dengan suku Maori sebagai kaum pribumi minoritas, tentu memiliki kisah yang menarik,” papar Elli Nur Hayati.

Narasumber dalam seminar itu dari Afrika dan New Zaeland sebagai negara bagian selatan. “Dengan kesamaan latar belakang sebagai negara yang pernah dijajah menjadi suatu hal yang menarik untuk dibahas,” papar Elli Nur Hayati.

Pada kesempatan itu Prof. Mohamed Seedat, Ketua Institute for Social and Health Sciences dan Direktur Violence, Injury and Peace Research Unit di University of South Africa (UNISA) di Johannesburg, Afrika Selatan, mengapresiasi kebiasaan protokoler acara yang selalu dimulai dengan salam, doโ€™a dan pembacaan al-Qurโ€™an.

Menurutnya, hal tersebut mencerminkan komitmen simbolis masyarakat Muslim Indonesia yang mengutamakan aspirasi kesejahteraan dan perdamaian, yang ditebarkan kepada setiap orang secara inklusif dan setara.

Pembacaan al-Qurโ€™an oleh perempuan yang lazim dilakukan masyarakat Indonesia, sulit didapati pada komunitas Muslim di Afrika Selatan. “Hal ini mengindikasikan kesadaran Muslim Indonesia tentang kesetaraan gender bahwa semua orang mempunyai hak yang sama dalam mengkaji al-Qurโ€™an langsung dari sumber-Nya,” kata Prof. Seedat, yang juga mengkaji prinsip dasar transformasi sosial menuju masyarakat berkeadilan dan damai.

Pada kesempatan itu Prof Seedat sampaikan konsep kesetaraan atas ketimpangan sosial, yang dapat merujuk pada Qurโ€™an Surat Ali Imron ayat 110 dengan menempatkan humanisasi pada amar makruf (menyuruh pada kebaikan), liberasi pada nahi munkar (mencegah kemungkaran) dan transendensi pada tuโ€™minubillah (beriman kepada Allah SWT).

Pada dasarnya, menurut Prof Seedat, prinsip perdamaian secara universal dapat dilihat dari Rukun Iman yang  dimanifestasikan dari tauhid individu menuju tauhid sosial.

Dan Prof Seedat meyakini bahwa kesadaran kritis individu dalam melihat realitas sosial yang dimanifestasikan oleh Rukun Iman menjadi skema strategis dalam meminimalisir kekerasan secara langsung, epistemik atau kultural, dan kekerasan struktural di masyarakatnya.

Ditambahkan Dessy Pranungsari dari Fakultas Psikologi UAD Yogyakarta, seminar itu diikuti 100 orang peserta dari dalam dan luar negeri: Indonesia, Afrika dsn Filipina. Keynote spesker Prof Hussein A Bulhan dari Frantz Fanin University (Somalia) dengan speaker adalah Dr Herlina Siwi Widiana (UAD), Dr Leigh Combes (Masey University New Zaeland) dan Prof Shahnaaz Suffla (University of South Africa).

Menurut Dessy, artikel terpilih akan dipublikasikan dalam Journal of Educational Health and Community Psychology (JEHCP-Terindeks Sinta 2), Humanitas (Terindeks Sinta 2) dan Journal of African Safety Promotion: A Journal of Injury and Violance Prevention. Selain seminar dan call for paper, diselenggarakan pula workshop psikologi komunitas dengan tema “psychology of oppression, biocultural community psychology” dan juga tentang post disaster religious bassed psychosocial intervention. (Anne Rachmawati)

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow