Mardigu Wowiek Jujur-jujuran tentang Bisnis di Era Digital

Mardigu Wowiek Jujur-jujuran tentang Bisnis di Era Digital

Smallest Font
Largest Font

JAKARTA – Socio-technopreneur adalah hal yang harus dimanfaatkan anak muda, terutama mahasiswa, di tengah arus deras digital. Inilah yang menjadi topik Webinar Perayaan Milad ke-54 Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) Ahmad Dahlan Jakarta, (24/1).

Bertema “Socio-Technopreneur: Ikut Arus atau Tergerus?”, webinar ini dibuka Ketua PP Muhammadiyah, Dr. Anwar Abbas, M.M., M.Ag., dilanjutkan paparan Mardigu Wowiek P dan Indra Setiawan.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Mardigu merangkum buku “The Winners Takes All” terbitan tahun 2018 dan “meledak” saat masa Covid-19 melanda dunia. Dalam buku tersebut, terselip hal menarik, yakni tahun 1980-an orang kaya lebih banyak dibanding tahun 1990-an. Selain itu, tahun 2000 anak muda yang kaya lebih sedikit daripada tahun 1990-an. Hingga dekade berikutnya, jumlah anak muda kaya semakin sedikit begitu pula saat memasuki dekade 2020.

Dari buku tersebut bisa disimpulkan bahwa para anak muda dari tahun ke tahun semakin sulit kaya, karena kesempatan diambil alih para pemenang, yaitu kaum kapitalis-liberalis yang sudah berkuasa sejak lama. Sehingga, menurut Mardigu, para anak muda untuk menjadi kaya semakin sulit, padahal jumlah populasi terbanyak justru anak-anak muda.

Contoh, banyak anak muda menggunakan media sosial untuk bertransaksi. Ada anak muda menjual produk di medsos, ada yang tertarik lalu membelinya. Sekalipun si anak muda tersebut mendapatkan untung banyak, tapi tetap yang mendapatkan untung paling besar atau pemenangnya adalah medsosnya.

“Bisa diartikan, semakin banyak kita bertransaksi, maka semakin kaya mereka itu (para pemenang),” ujar Mardigu.

Melihat era digital ini, dimana teknologi semakin cepat berkembang, wajar jika masyarakat juga kewalahan dalam beradaptasi. Sering dijumpai aktivis Muhammadiyah banyak sekali bercita-cita membangun dengan membuat marketplace yang notabene sudah kuno, 20 tahun lalu.

Di dalam dunia digital, terdapat istilah pushandpull atau dorong dan tarik. Marketplace besar seperti Tokopedia, Bukalapak, dan lainnya telah duluan menarik orang-orang agar “masuk” ke sana. Sekalipun para aktivis Muhammadiyah termasuk di ITB Ahmad Dahlan mau membuat hal sama, Mardigu berpendapat tetap tidak akan bisa karena sudah tertinggal dan hanya akan “bakar uang” untuk sekadar menarik konsumen.

“Maka, jalan satu-satunya adalah pushmarketing, artinya menyerang atau masuk ke media sosial untuk merebut konsumen,” jelasnya.

Sedangkan Indra Setiawan menerangkan bahwa untuk dapat sukses di dalam bisnis digital, terlebih dahulu melakukan prinsip asah, asih, dan asuh. Asah berhubungan dengan otak dan kecerdasan untuk memperoleh inspirasi. Asih berkaitan dengan hati, harus berintegritas agar selalu melihat ke depan. Asuh berasal dari energi dalam diri, agar selalu bersinergi sehingga membangun kompetensi.

“Energi yang dimiliki juga harus diasah dengan membaca, melihat, dan mendengarkan. Harus juga disiplin tepat waktu di setiap agenda dan jangan sesekali memanjakan atau memaksakan diri terhadap suatu hal,” jelas Indra.

Dalam berwirausaha di era digital, jangan takut ketika mendapatkan inspirasi yang terkadang aneh. Juga, jangan takut untuk berbeda jika ingin menjadi yang pertama dalam berbisnis atau jika tidak maka bisnisnya akan tenggelam dan mati.

“Apapun di kepala kita, hati kita, dan energi kita, kalau tidak ada keputusan dan aksi atau implementasi, maka tidak ada gunanya. Percayalah, dengan manajemen dan kepemimpinan menjadi sangat penting karena keduanya adalah wujud dari keputusan dan aksi,” tutupnya. (*)

Wartawan: Dzikril Firmansyah Atha Ridhai
Editor: Heru Prasetya

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow