Dalam Demokrasi Harus Ada Kohesi Sosial yang Kuat
YOGYAKARTA — Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta sebagai salah satu amal usaha Muhammadiyah telah memilih jalan yang tepat dalam berbangsa dan bernegara, yaitu jalan Ahmad Dahlan, jalan Islam berperadaban, jalan Islam berkebudayan, jalan Islam berkerakyatan, berkebangsaan dan berdemokrasi.
Hal itu dikatakan aktivis dan cendekiawan muda, Yudi Latief, MA, PhD, di depan Rektor UAD Dr H Kasiyarno, M.Hum, Dekan FH UAD Rahmat Muhajir Nugroho, SH, MH, mahasiswa dan dosen FH UAD Yogyakarta dalam syukuran miladnya ke-21 di XT Square Yogyakarta, Jum’at (4/1/2019) malam.
Menurut Yudi, hal itu dapat disimpulkan jalan Ahmad Dahlan adalah jalan Islam ber-Pancasila. “Dalam demokrasi, maka harus ada kohesi sosial yang kuat, yang diikat oleh satu keyakinan nilai luhur dan nilai suci yang mempersatukan seluruh elemen bangsa Indonesia,” kata Yudi Latif.
Kunci dalam berdemokrasi Pancasila, menurut Yudi, adalah nilai demokrasi kerakyatan yang mempersatukan menuju keadilan sosial dan kesejahteraan sosial. “Bukan kesenjangan sosial,” tandas Yudi.
Sebab, bila kesenjangan sosial yang terbentuk, maka kesenjangan akan menikam demokrasi itu sendiri. “Akan mengoyak dan merobek-robek demokrasi dan meluluhlantakan demokrasi,” papar Yudi, mantan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Lebih lanjut dikatakan Yudi, dalam demokrasi Pancasila semua warga negara adalah citizen tanpa diskriminasi. “Indonesia memiliki elemen pemersatu yang luar biasa, yang mempersatukan ragam bahasa, suku, ras dan budaya,” terang Yudi.
Adapun elemen itu meliputi jaring keagamaan, jaring inklusifitas dan moralitas publik.
Agama adalah yang mempersatukan dan yang mampu menghancurkan sekat-sekat budaya, ras, suku, warna kulit, dan bahasa. “Maka jangan hadapkan antara keyakinan, agama dan kebangsaan. Sebab, dalam bangsa Indonesia, dua nilai ini menyatu religius nasionalis. Jadi bukan pilih salah satu, tetapi kedua-duanya adalah satu kesatuan,” papar Yudi.
Dikatakan Yudi, jaring inklusifitas seluruh warga negara tidak ada pembedaan kelompok elite dan jelata, tidak ada kasta dalam negara Indonesia. “Siapanpun bisa menjadi pemimpin di negara ini, tidak peduli dari keturunan siapa, asal dari mana, asal warga negara Indonesia semua memiliki kesempatan yang sama,” kata Yudi.
Dalam moralitas publik, negara Indonesia terikat olah moralitas publik yang diyakini bersama, yaitu moralitas ketuhanan dan kegotongroyongan.
“Kegotongroyongan ini implementasi dari nilai ketuhanan. Inilah yang menjaga Indonesia tetap utuh sebagai sebuah negara demokrasi Pancasila,” kata Yudi.
Sementara itu, Dekan FH UAD Rahmat Muhajir Nugroho, SH, MH, mengatakan, FH UAD dengan visi menjadi program studi ilmu hukum yang unggul dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan ketrampilan hukum, berwawasan global, berbasis pada nilai ke-Islaman serta dijiwai semangat pembaharuan.
“Memiliki maksud agar lulusan FH UAD memiliki tri kompetensi, yaitu science, values dan skills,” kata Rahmat Muhajir Nugroho.
Selain itu, seperti disampaikan Rektor UAD, Dr H Kasiyarno, M.Hum, melekat dalam lulusan FH UAD seorang sarjana hukum, yang melekat dan menyatu antara moral and intelectual integrity,” kata Kasiyarno.
FH UAD di usianya yang ke-21 semakin mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. “Hal ini terbukti dari animo masyarakat yang mempercayakan putra-putrinya untuk dididik di FH UAD,” kata Kasiyarno.
Tahun ajaran ini, FH UAD Yogyakarta menerima mahasiswa baru sebanyak 416 orang.
Selain itu, lulusan UAD juga semakin terbukti langsung kerja dari terserapnya alumni FH UAD ke berbagai profesi dan bidang pekerjaan: advokat, notaris, jaksa, hakim, biro hukum di instansi pemerintah, bagian legal di perusahaan, perbankan, peneliti, dll. Selain itu, berbagai prestasi mahasiswa ditorehkan mulai juara 2 nasional moot court peradilan semu, juara 1 tingkat DIY parade cinta tanah air, dan juara pencak silat Tapak Suci internasional. (Anne Rochmawati, SE)
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow