Trilogi New Media dalam Media Mainstream Global
BANTUL — Mesin pencari (search engine), media sosial (social media), dan belanja online (e-commerce) merupakan platform yang masuk ke dalam trilogi new media secara global. Namun, Indonesia memiliki media mainstream sendiri yaitu koran, televisi, dan radio. Hal ini disebabkan karena di Indonesia ketiga platform tersebut (koran, televisi, radio) masih di posisi puncak sehingga masyarakat belum merasa bahwa sebenarnya, platform-platform tersebut sudah termasuk media mainstream secara global.
Hal tersebut disampaikan oleh Agus Sudibyo, Anggota Dewan Pers, Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Luar Negeri Indonesia saat menjadi narasumber di acara seminar dan bedah buku Jagat Digital Pembebasan dan Penguasaan. Acara yang bertemakan “Disrupsi Komunikasi di Jagat Digital” ini dilaksanakan di Gedung KH Ibrahim Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Senin (16/12).
Dalam acara seminar dan bedah buku tersebut, Agus Sudibyo memaparkan materi terkait perkembangan teknologi yang juga memiliki dampak negatif selain dampak positif. Ia sering menyebutnya dengan “Frienemy” singkatan dari kata “Friend” dan “Enemy”. Hal itu sesuai dengan judul buku yang baru saja ia terbitkan dimana perkembangan teknologi khususnya sosial media memiliki sisi yang bermanfaat untuk menunjang kehidupan sehari-hari kita. Namun sosial media juga memiliki sisi negatif seperti bocornya data pribadi pengguna. “Kita sering tidak menyadari bahwa setiap menggunakan aplikasi sosial media atau menggunakan sebuah platform, kita memberikan data pribadi secara percuma, bahasa kasarnya mereka mengambil sesuatu yang penting dari kita yaitu privasi. Sistem kerjanya, semakin kita aktif menggunakan sosial media atau platform tersebut, maka kita akan diawasi dan dimata-matai oleh perusahaan-perusahaan terkait,” ujarnya.
Sosial media dan platform yang dimaksud oleh Agus Sudibyo diantaranya, Facebook, Apple, Microsoft, Amazon, dan Google. Lima perusahaan tersebut sering disebut “The Big Five” karena lima perusahaan ini yang merajai teknologi dunia, dan lima perusahaan ini sulit untuk dikalahkan. Kemudian, Agus Sudibyo mengungkapkan bahwa saingan lima besar perusahaan ini adalah Cina, mereka berlomba-lomba untuk menunduki posisi puncak raja teknlogi. “Dengan adanya persaingan ini muncullah geopilitik digitalisasi antara Amerika dengan Cina dan pangsa pasar mereka adalah Indonesia,” urainya.
Adanya fenomena tersebut, Agus Sudibyo berharap agar Indonesia tidak lagi menjadi mangsa pasar geopolitik antara Amerika dan Cina, menggunakan sosial media dan platform secara bijak dan secukupnya. “Pemerintah juga harus berperan aktif dan mendukung agar Indonesia mempunyai platform sendiri, agar Indonesia mempunyai keuntungan lebih. Selain itu pemerintah setidaknya harus mengganti sistem hukum pidana hoax, bukan hanya “pelaku hoax” saja yang berhak menerima hukuman namun platform terkait juga, sehingga ada tanggung jawab antara penyedia aplikasi atau platform dan pengguna,” jelasnya lagi.
“Saya mengusulkan pada pemerintah agar pemerintah Indonesia mengintegrasikan sistem hukum nasional karena sudah saatnya kebijakan data internet menjadi masalah global dan menjadi isu di Indonesia,” pungkasnya. (*\Humas)
Biro Humas dan Protokol
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Ringroad Selatan Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta 55183 Telp. 0274 387656 ext 115 | Fax. 0274 387646 | Web. www.umy.ac.id
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow