Rendahnya Bahan Ajar yang Dihasilkan Guru

Rendahnya Bahan Ajar yang Dihasilkan Guru

Smallest Font
Largest Font

SLEMAN — Dua SD (sekolah dasar) — yang masing masing sekolah adalah sekolah inti dari gugus yang ditempati — di Tempel: SD Muhammadiyah Gondanglegi dan SD Muhammadiyah Gendol 1, jadi lokasi Program Kemitraan Masyarakat (PKM) Dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, yaitu Muhammad Ragil Kurniawan, M.Pd dan Meita Fitrianawati, M.Pd.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

“Kami berdua menyasar pada mitra yang berkecimpung di dunia pendidikan,” jelas Muhammad Ragil Kurniawan, hari ini.

Adapun beberapa persoalan prioritas yang dihadapi mitra itu adalah ketidakmampuan dalam menyusun karya ilmiah. “Hal ini disebabkan karena minimnya sosialisasi tentang penyusunan karya tulis ilmiah sehingga pemahaman tentang menulis karya ilmiah masih sangat diperlukan,” papar Muhammad Ragil Kurniawan.

Selain itu, ditambahkan Meita Fitrianawati, kurangnya produktivitas guru yang disebabkan oleh rendahnya pemahaman dan kesadaran tentang berkarya ilmiah.

“Rendahnya bahan ajar yang dihasilkan oleh guru dan kontribusi guru di kecamatan Tempel terkait produk menulis di media massa juga masih sangat rendah,” papar Meita Fitrianawati.

Adapun solusi yang ditawarkan Ragil dan Meita, sebagai tahap awal, diadakan pelatihan tentang penulisan karya ilmiah.

“Pelatihan ini memberikan pondasi sebelum guru meningkatkan kompetensi psikomotornya melalui workshop,” kata Ragil.

Dan, kegiatan workshop ini, guna menjembatani guru dalam memproduksi karya-karya ilmiah mereka.

Usai workshop, ada proses pendampingan lanjutan, yang dalam mekanisme pelatihan identik dengan istilah metode “in-on -in”.

Pada fase “on”, guru menindaklanjuti di sekolah masing-masing dari draft yang telah mereka susun pada saat worhshop. Dan pada fase “in”, para guru diminta untuk melaporkan seluruh aktifitas yang telah dilakukan.

Target kegiatan ini adalah terpublikasikannya beberapa naskah hasil kegiatan pengabdian masyarakat ke dalam jurnal nasional ber-ISSN dan media massa cetak maupun online.

“Selain itu, dari PKM ini bisa meningkatkan kualitas dan kuantitas karya ilmiah guru sekolah dasar di kecamatan Tempel,” kata Meita.

Di lingkungan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengelolaan Pendidikan Dasar Kecamatan Tempel, Kabupaten Sleman, saat ini ada 30 SD dengan rincian 17 negeri, 10 Muhammadiyah, 2 madrasah ibtidaiyah, dan 1 sekolah yayasan.

Dari sudut kepangkatan, sebanyak 80 persen guru SD di Tempel masih menduduki golongan III. Dan, relatif sedikit guru yang berhasil naik pangkat hingga menduduki Golongan IV/a, apalagi IV/b.

Bahkan, semua kepala sekolah swasta beserta guru sekolah masing-masing di lingkungan kecamatan Tempel, tidak ada yang mampu sampai golongan IV/b.

Ternyata, kendala utama yang dihadapi para guru adalah sulitnya mengumpulkan angka kredit pada komponen penulisan karya ilmiah.

Karena guru akan naik pangkat/jabatan dengan mengerjakan 80 persen dari pendidikan, proses belajar-mengajar, pengembangan profesi dan selebihnya dari pengabdian masyarakat. “Ketidakmampuan bukan terkendala faktor usia, akan tetapi lebih pada faktor kurangnya pemahaman yang menyeluruh tentang potensi dan seluk-beluk karya ilmiah,” kata Meita.

Rendahnya kompetensi dan paradigma tentang karya ilmiah ini, menurut Ragil, berimbas pada aspek lain dalam pembelajaran. “Produktivitas guru dalam konteks persiapan pembelajaran juga mengalami penurunan kualitas. Dan, kondisi itu nampak ketika dilakukan supervisi tentang penyusunan perangkat pembelajaran, masih banyak guru yang belum menguasai tentang subjek yang diampu,” terang Ragil, yang menambahkan tidak jarang masih ditemukan dalam penyusunan perangkat mereka membeli CD perangkat yang dijual bebas di pasaran.

Kondisi itu, menuntut perlunya pendampingan di dalam menulis perangkat ketika mereka mendapat pelatihan penulisan karya tulis ilmiah atau mereka melakukan penelitian terkait perangkat pembelajaran.

Berdasarkan survei di lapangan, guru belum mengembangkan media pembelajaran. Karena pada saat di dalam kelas, guru hanya menggunakan LKS untuk melakukan evaluasi dan masih beorientasi terhadap buku dan cara mengajarnya masih menggunakan pembelajaran secara konvensional.

“Oleh karena itu, perlunya pendampingan di dalam menyusun media pembelajaran dan penggunaan pembelajaran aktif di dalam kelas yang dikemas dalam bentuk penyusunan karya ilmiah,” kata Ragil.

Sehingga, guru tidak hanya menyusun medianya saja, tapi mampu menuliskan dalam bentuk karangan ilmiah. “Selain itu, variasi media pembelajaran yang digunakan guru pada kedua mitra itu terlihat masih rendah,” kata Ragil.

Rendahnya produktivitas guru berakibat pula pada produktivitas siswa. Sehingga perlu adanya peningkatan produktivitas guru. “Karena pada saat ini minat membaca siswa juga rendah,” papar Meita.

Seorang guru, bagi Meita, idealnya mempunyai kompetensi sebagai pendidik profesional.

Pelatihan yang dilakukan Ragil dan Meita itu, bertujuan tidak hanya terkait pemahaman atau aspek koqnitif guru saja, namun juga mengasah aspek afektif dan psikomotor tentang karya ilmiah.

Guru diajak untuk membiasakan bersikap secara ilmiah dalam lingkungan sekolah, contohnya dalam menyikapi merebaknya hoax di masyarakat. Selain itu, guru juga diajak membiasakan mempraktikkan langsung dengan menuangkan gagasan menjadi sebuah karya.

Langkah permulaan, memberikan wawasan terkait karya ilmiah. Hal ini diharapkan menjadi modal awal bagi guru untuk tidak lagi merasa kebingungan dengan segala hal terkait berkarya ilmiah.

Modal awal itu ditindaklanjuti menjadi sebuah latihan praktik yang menjadikan guru tidak lagi gagap tentang segala hal yang berhubungan dengan karya ilmiah.

“Pembiasaan praktik inilah yang dibutuhkan oleh guru dengan tetap ada dampingan dari pihak yang telah terbiasa dengan aktifitas karya ilmiah,” tandas Meita.

Pendampingan menjadikan guru lebih leluasa dan berani untuk berkarya dan dapat mengkonfirmasikan draft karya mereka pada pendamping yang disediakan.

Di era saat ini, guru tidak hanya dituntut untuk profesional, namun juga lebih cepat dalam beradaptasi serta luas dalam wawasan dan karya. Guru pun dihadapkan dengan siswa yang semakin canggih dalam mengakses informasi di dunia maya.

Jika guru tidak melakukan akselerasi pola dan karya, maka akan banyak terjadi ketimpangan antara siswa lahir di era digital dan guru yang menggunakan pola pikir cara konfensional.

Di tengah gempuran banyaknya informasi di dunia maya, siswa membutuhkan sumber belajar penyeimbang yang telah melewati proses validasi dari gurunya, yaitu bahan ajar yang dibuat oleh guru.

Jika siswa dibiarkan liar belajar dari informasi yang beredar di dunia maya, maka siswa dapat menyimpulkan sesuatu yang belum utuh dan dapat membawa dampak pada kesimpulan yang salah. “Oleh karenanya, kebutuhan akan bahan ajar yang dibuat oleh guru menjadi semakin mendesak untuk mengimbangi kacapatan laju informasi dan pengetahuan di era digital ini,” papar Ragil, yang diamini Meita.

Pelaksanaan workshop ini dilakukan setelah pemberian wawasan dan meningkatkan motivasi berkarya melalui testimonial.

Workshop ini dilakukan untuk secara intens mendampingi guru merealisasikan ide karya ilmiah mereka menjadi draft awal. Selanjutnya, dari draft awal menjadi naskah karya ilmiah yang sudah utuh.

Hasil dari workshop ini menjadi draft awal untuk selanjutnya harus direalisasikan guru untuk menjadi sebuah karya ilmiah yang lebih utuh, baik berupa hasil penelitian, naskah jurnal, maupun esai ilmiah.

Juga bertambahnya karya ilmiah setiap guru, minimal dalam bentuk draft atau naskah. Termasuk dalam hasil workshop ini adalah tersusunnya naskah berbentuk opini pendidikan dari para guru yang dapat ditindaklanjuti dengan mengirimkan ke media massa.

Setelah masing-masing guru melakukan workshop tentang kepenulisan karya ilmiah, guru diminta untuk menyempurnakan di sekolah masing-masing dengan jeda waktu 1-4 minggu.

Hasil dari workshop pada 14 Nopember 2018 yang diikuti 20 guru dan 10 kepala sekolah dari 10 SD Muhammadiyah se-Kecamatan Tempel, Sleman, ini akan dimasukkan ke dalam jurnal.

Peserta workshop 1 SD terdiri dari 2 guru dan 1 kepala sekolah utusan dari SD Muhammadiyah Gendol 3, Gendol 1, Gondanglegi, Domban 1, Kragan, Ngabean 1, Domban 2, Ngabean 2, Gendol 4 dan Domban 3.

Karya ilmiah bertemakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) di SD itu, dikumpulkan sejak 16 Nopember 2018 hingga awal Desember 2018. Dan karya terbaik akan ditindaklanjuti ke dalam Jurnal JPSD (Pendidikan Sekolah Dasar) dan Jurnal Fundikdas (Fundamental Pendidikan Dasar).

Selain itu, ada pendampingan secara online dan tidak berupa klasikal hingga awal Desember 2018.

Diharapkan, nantinya semangat untuk menulis di antara para guru meningkat dan hasilnya bisa lebih baik. Diupayakan pada awal bulan Januari-Juni 2019 ada 10 karya ilmiah terbaik dan Juli-Desember 2019 lebih dari 10 karya ilmiah akan diterbitkan dalam jurnal. (Affan)

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow