EJT PBI UAD Gelar Pelatihan Penulisan Berita: Jurnalis Tidak Boleh Bohong

EJT PBI UAD Gelar Pelatihan Penulisan Berita: Jurnalis Tidak Boleh Bohong

Smallest Font
Largest Font

YOGYA – Edsa Journalist Team (EJT) Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris (Prodi PBI) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) menyelenggarakan pelatihan penulisan berita secara blended, Ahad (28/11). Acara luring diselenggarakan di Lab. Terpadu Kampus 4 UAD, sedangkan daring melalui zoom meeting dan kanal YouTube.

Kegiatan yang diikuti sekitar 60 peserta tersebut menghadirkan Heru Prasetya, Pemimpin Redaksi Mediamu.ID, sebagai narasumber, dengan moderator Pamastu Narpaduita dan pembawa acara Yuhyin Nufus. Tema yang diangkat adalah “Sinergi Membangun Jurnalis Muda.”

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Ketua Prodi PBI UAD, Dr. Ani Susanti, M.Pd.BI., hadir secara virtual dan menyampaikan kata pengantar sekaligus membuka acara. Sebelumnya, sambutan disampaikan Muhammad Taufiquddin, Panitia Pelaksana, dan Ababiel Isnaindra, Ketua EJT.

Heru Prasetya memaparkan banyak infomasi terkait penulisan berita. Salah satu prinsip dalam menulis berita adalah menggunakan kalimat sederhana, kalimat aktif, dan menghindari kata-kata tidak perlu.

“Peristiwa anjing menggigit orang itu bukanlah berita, karena sudah sering terjadi. Tetapi, jika seseorang menggigit anjing, itu adalah berita,” kata Heru mengutip pendapat John B. Bogart, city editor The Sun New York, 1848-1921. Intinya, berita itu menghadirkan sesuatu yang baru, unik, dan jarang terjadi.

Tetapi, secara teks pendapat John Bogart bisa saja tidak tepat, andai saja yang digigit anjing adalah tokoh atau public figure. “Kalau ada anjing menggigit presiden, nilai layak beritanya menjadi tinggi. Karena unik, menyangkut tokoh ternama,” paparnya.

Hal lain yang juga disampaikan adalah pemberitaan kasus korupsi. Dulu korupsi puluhan juta rupiah sangat layak diberitakan, karena nilai puluhan juta itu sangat besar. Tetapi sekarang, nilai layak berita sangat berubah, karena korupsi bisa sampai milyaran rupiah.

Ia juga menekankan bahwa berita harus sesuai fakta. Wartawan tidak boleh berbohong, misalnya memanipulasi data atau menyajikan informasi fiktif. “Tidak melakukan wawancara kok mengaku wawancara. Bohong sangat dilarang. Tidak hanya jurnalis, profesi lain juga melarang bohong,” tegas Heru.

Beberapa kesalahan mendasar jurnalis adalah penggunaan kata secara berulang-ulang, pemilihan kata tidak tepat, dan tidak fokus pada tema tertentu sehingga membingungkan pembaca.

“Dari pengalaman saya, pemakaian kata “yang” dan “nya” sering tidak tepat. Padahal jika tanpa memakai dua kata itu, kalimat sudah bermakna,” jelas Heru yang sudah menjadi jurnalis sejak akhir 1989.

Selain memberi teori, dalam pelatihan tersebut Heru juga minta peserta menuliskan berita dari acara pelatihan tersebut.

“Secara umum sudah bagus. Pembaca bisa mengerti maksud tulisan. Yang sekarang perlu dilatih terus menerus adalah memberikan penjelasan secara detil tapi tetap menarik. Ini bukan pekerjaan satu dua hari, tapi perlu latihan demi latihan,” katanya setelah melihat hasil tulisan peserta.

Sekitar 10 peserta menyampaikan pertanyaan baik tentang penulisan berita maupun hal lain terkait tentang berita dan perusahaan media. Di akhir acara, Heru memberikan tips dalam penulisan berita, “Jika ikut pelatihan atau hadir untuk meliput, jangan lupa catat seluruh peristiwa dan beri tanda pada hal penting, agar saat menulis bisa langsung menemukan poin yang ingin disampaikan.” (*)

 Berita ditulis Atthiyah Rahma, Salma Alifia Haritsah, Diana Silvi, dan Firna Iranda (peserta pelatihan)
Editor: Heru Prasetya

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow