ads
Dua Guru Besar UMY Resmi Dikukuhkan, Kembangkan Model Komunikasi Suportif dan Integratif

Dua Guru Besar UMY Resmi Dikukuhkan, Kembangkan Model Komunikasi Suportif dan Integratif

Smallest Font
Largest Font

YOGYA - Dua guru besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Prof. Dr. Adhianty Nurjanah, S.Sos, M.Si dan Prof. Dr. Suciati, S.Sos., M.Si menyampaikan orasi ilmiah pada rapat senat terbuka Orasi Ilmiah guru besar yang berlangsung di Gedung AR Fakhruddin B lantai 5 UMY, Sabtu (28/8). 

Prof. Suciati, yang merupakan Guru besar bidang Ilmu Psikologi Pendidikan Islam memaparkan orasi ilmiah berjudul “Komunikasi Suportif, Kesehatan Mental, dan Relasi Intim (Kontribusi Aspek Supportiveness pada Komunikasi Interpersonal dalam Mewujudkan Kesehatan Mental Melalui Relasi Intim)”. Dalam penelitiannya, Prof. Suciati mengungkap data dari survei Kesehatan Mental Remaja Nasional Indonesia (I-NAMHS) tahun 2022 yang menunjukkan bahwa sekitar 15,5 juta atau 34,9 persen remaja usia 10-24 tahun mengalami masalah kesehatan mental.

Advertisement
ads
Scroll To Continue with Content

Untuk mengatasi permasalahan itu, Prof. Suciati menemukan bahwa relasi intim dalam konteks hubungan suami istri, orang tua anak, persahabatan, maupun hubungan kerabat mampu mengantisipasi sedini mungkin gangguan mental ke arah yang lebih parah. Menurutnya, salah satu bentuk dukungan keluarga dalam penurunan stres berkaitan dengan kesehatan mental dapat diberikan melalui komunikasi suportif.

“Komunikasi yang suportif, ungkapan verbal yang memberikan kenyamanan dan perhatian, yang berpotensi menurunkan tekanan emosional, meningkatkan mekanisme koping, meningkatkan perlindungan kesehatan serta meningkatkan hubungan personal,” tandasnya.

Ia pun berhasil membuktikan bahwa komunikasi suportif melalui relasi intim antara keluarga dan sahabat mampu memberikan kekuatan berupa kepercayaan diri, merasa dihargai, dan bangkit dari keterpurukan. Dikatakannya, semangat untuk hidup akan kembali muncul ketika partisipan mampu saling memenuhi enam hal yang disyaratkan dalam berkomunikasi secara suportif, yaitu: deskripsi, orientasi masalah, spontanitas, empati, kesetaraan, serta provisional.

“Dengan kata lain partisipan tidak boleh saling menyalahkan, tetap fokus pada masalah bukan orangnya. Harus saling jujur, memahami perasaan, berkontribusi dalam hubungan, serta bersedia menerima kritik,” jelas Prof. Suci.
    
Sementara itu, Prof. Adhianty Nurjannah, yang merupakan guru besar bidang Ilmu Komunikasi (Hubungan Masyarakat), juga mengembangkan sebuah model komunikasi, yaitu komunikasi integrative. Dengan mengangkat topik penelitian berjudul “Komunikasi Bencana Integratif Humas Pemerintah dan Quality Tourism di Daerah Objek Dengan Daya Tarik Wisata (ODTW) Kabupaten Sleman: Mewujudkan Pariwisata Berkelanjutan”. 

Dalam orasinya, Prof. Adhianty menekankan bahwa wilayah Indonesia yang memiliki potensi wisata favorit mayoritas berada di kawasan rawan bencana (KRB). Ia mencatat bahwa Bali dan Yogyakarta adalah dua kota favorit wisatawan yang juga merupakan kota dengan ODTW dan berada di KRB Indonesia.

Sehingga menurutnya, penting untuk meningkatkan quality tourism pada objek wisata yang berada pada kawasan rawan bencana, khususnya di Kabupaten Sleman. Hal ini membuat wisatawan merasa aman dan nyaman pada saat berkunjung di objek wisata yang didukung dengan akses informasi dan komunikasi yang lancar, penjagaan dan keamanan pada destinasi wisata, kemudahan akses berwisata, dan infrastruktur yang memadai apabila dibutuhkan evakuasi pada saat terjadinya bencana. 

“Upaya-upaya tersebut termasuk dalam meningkatkan quality tourism yang akan memberikan kesan dan pengalaman menyenangkan, sehingga dapat selalu diingat oleh wisatawan dan menjadi peluang untuk mewujudkan pariwisata berkelanjutan,” terangnya.

Untuk mendukung sustainability tourism, Prof. Adhianty menyusun model komunikasi bencana integratif untuk mendukung terciptanya pariwisata berkelanjutan di ODTW. Ia menemukan, pariwisata berkelanjutan pada ODTW di KRB khususnya di Kabupaten Sleman, membutuhkan komunikasi integrasi antar stakeholders kebencanaan. Dimana perlu adanya kesamaan persepsi tujuan organisasi, kolaborasi antar organisasi dan komunitas, serta komunikasi dialogis melalui komunikasi integratif antar stakeholders kebencanaan.  

Menurutnya hal ini dapat membangun kepercayaan untuk mendapatkan citra yang positif. Terlebih dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan, maka komunikasi bencana integratif yang efektif membutuhkan komitmen untuk menjaga quality tourism melalui quality of experience, quality of profit, dan quality of life.

“Ketiga faktor tersebut saling terintegrasi dalam upaya mewujudkan pariwisata berkelanjutan (sustainability tourism), khususnya pada objek dengan daya tarik wisata yang berada pada kawasan resiko bencana,” pungkas Prof. Adhianty

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow